Kemudian defenisi tersebut dipertegas oleh Friedrichs sebagai suatu pandangan yang mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari.
Dalam buku yang berjudul “Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif Serta Kombinasinya Dalam Penelitian Psikologi” (Asmani Alsa, 2003) menyatakan bahwa paradigma adalah kumpulan tentang asumsi, konsep, atau proposisi yang secara logis dipakai peneliti.
Dalam penjelasan yang lain, seperti tulisan Fahri dalam http://farelbae.wordpress.com/catatan-kuliah-ku/pengertian-masalah-variabel-paradigma-penelitian/, mengungkapkan bahwa paradigma penelitian merupakan kerangka berpikir yang menjelaskan bagaimana cara pandang peneliti terhadap fakta kehidupan sosial dan perlakuan peneliti terhadap ilmu atau teori. Paradigma penelitian juga menjelaskan bagaimana peneliti memahami suatu masalah, serta criteria pengujian sebagai landasan untuk menjawab masalah penelitian[1]. Secara umum, paradigma penelitian diklasifikasikan dalam 2 kelompok yaitu penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif (Indiantoro & Supomo, 1999: 12-13). Masing-masing paradigma atau pendekatan ini mempunyai kelebihan dan juga kelemahan, sehingga untuk menentukan pendekatan atau paradigma yang akan digunakan dalam melakukan penelitian tergantung pada beberapa hal di antaranya (1) jika ingin melakukan suatu penelitian yang lebih rinci yang menekankan pada aspek detail yang kritis dan menggunakan cara studi kasus, maka pendekatan yang sebaiknya dipakai adalah paradigma kualitatif. Jika penelitian yang dilakukan untuk mendapat kesimpulan umum dan hasil penelitian didasarkan pada pengujian secara empiris, maka sebaiknya digunakan paradigma kuantitatif, dan (2) jika penelitian ingin menjawab pertanyaan yang penerapannya luas dengan obyek penelitian yang banyak, maka paradigma kuantitaif yang lebih tepat, dan jika penelitian ingin menjawab pertanyaan yang mendalam dan detail khusus untuk satu obyek penelitian saja, maka pendekatan naturalis lebih baik digunakan. Hasil penelitian akan memberi kontribusi yang lebih besar jika peneliti dapat menggabungkan kedua paradigma atau pendekatan tersebut.
Penggabungan paradigma tersebut dikenal istilah triangulation. Penggabungan kedua pendekatan ini diharapkan dapat memberi nilai tambah atau sinergi tersendiri karena pada hakikatnya kedua paradigma mempunyai keunggulan-keunggulan.
Sedangkan dalam tulisan Sambas Ali M pada http://sambasalim.com/metode-penelitian/paradigma-penelitian.html., paradigma penelitian
merupakan kerangka berpikir yang menjelaskan bagaimana cara pandang
peneliti terhadap fakta kehidupan sosial dan perlakuan peneliti terhadap
ilmu atau teori, yang dikonstruksi sebagai suatu pandangan yang
mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok
persoalan yang semestinya dipelajari.
Mengacu pada definisi paradigma tersebut, terungkap bahwa paradigma
ilmu itu amat beragam, hal ini didasarkan pada pandangan dan pemikiran
filsafat yang dianut oleh masing-masing ilmuwan berbeda-beda. Dimana,
masing-masing aliran filsafat tersebut memiliki cara pandang sendiri
tentang hakikat sesuatu serta memiliki ukuran-ukuran sendiri tentang
kebenaran. Perbedaan aliran filsafat yang dijadikan dasar berpikir oleh
para ilmuwan tersebut, kemudian berakibat pada perbedaan paradigma yang dianut, baik menyangkut tentang hakikat apa yang harus dipelajari, obyek yang diamati, atau metode yang digunakan.
Perbedaan paradigma yang dianut para ilmuan ternyata tidak hanya berakibat pada perbedaan skema konseptual penelitian, melainkan juga pada pendekatan yang melandasi semua proses dan kegiatan penelitian.
Dalam praktek penelitian ilmiah, setidaknya terdapat dua pendekatan untuk menjawab permasalahan penelitian yang timbul sebagai suatu fenomena yang harus dicari jawabannya, yaitu: penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Pendekatan kuantitatif dibangun berlandaskan paradigma positivisme dari August Comte (1798-1857), sedangkan penelitian kualitatif dibangun berlandaskan paradigma fenomenologis dari Edmund Husserl (1859-1926).
Pendekatan kuantitatif merupakan satu pendekatan penelitian
yang dibangun berdasarkan filsafat positivisme. Positivisme adalah satu
aliran filsafat yang menolak unsur metafisik dan teologik dari realitas
sosial. Paradigma ini disebut juga dengan paradigma tradisional (traditional), eksperimental (experimental), atau empiris (empiricist). Dalam penelitian kuantitatif diyakini, bahwa satu-satunya pengetahuan (knowledge) yang valid adalah ilmu pengetahuan (science), yaitu pengetahuan yang berawal dan didasarkan pada pengalaman (experience) yang tertangkap lewat pancaindera untuk kemudian diolah oleh nalar (reason).
Sementara i penelitian dengan pendekatan kualitatif adalah satu model penelitian
humanistik, yang menempatkan manusia sebagai subyek utama dalam
peristiwa sosialatau budaya. Sifat humanis dari aliran pemikiran ini
terlihat dari pandangan tentang posisi manusia sebagai penentu utama
perilaku individu dan gejala sosial. Pendekatan kualitatif lahir dari
akar filsafat aliran fenomenologi hingga terbentuk paradigma post positivisme.
Pendekatan
ini memandang bahwa realitas sosial yang tampak sebagai suatu fenomena
dianggap sesuatu yang ganda (jamak). Artinya realitas yang tampak
memiliki makna ganda, yang menyebabkan terjadinya realitas tadi.
McMillan dan Schumacher (2001:396) menyebut realitas sosial dalam penelitian kualitatif ini sebagai: “…reality as multilayer, interactive, and a shared social experience interpreted by indviduals”.
Dengan demikian dalam penelitian
kualitatif, realitas sosial yang terjadi atau tampak, jawabannya tidak
cukup dicari sampai apa yang menyebabkan realitas tadi, tetapi dicari
sampai kepada makna dibalik terjadinya realitas sosial yang tampak. Oleh
karena itu, untuk dapat memperoleh makna dari realitas sosial yang
terjadi, pada tahap pengumpulan data perlu dilakukan secara tatap muka
langsung dengan individu atau kelompok yang dipilih sebagai responden
atau informan yang dianggap mengetahui atau pahami tentang entitas
tertentu seperti: kejadian, orang, proses, atau objek, berdasarkan cara
pandang, persepsi, dan sistem keyakinan yang mereka miliki. Hal ini
seperti yang diungkapkan oleh McMillan dan Schumacher (2001:395), bahwa:
“Interactive qualitative research is inquary in which researhers
collect data in face to face situations by interacting with selected
persons in their settings (field research). Qualitative research
describes and analyzes people’s individual and collective social
actions, beliefs, thoughts, and perceptions. The researcher interprets phenomena in term of meanings people bring to them”.
Terimakasih semoga bermanfaat.
Ota gadang mah. Musyrik bantuk tuu mah.
ReplyDeletesubhannalah..
ReplyDeletepantas di syukuri jika memang begitu kenyataannya