Mari kita buat contoh penelitian untuk memperjelas perbedaan ketiganya. Topiknya mengenai “Kepemimpinan kepala sekolah Sekolah Dasar di Kabupaten Situsini.”
Hal (objek) yang akan diteliti (= objek penelitian) adalah “kepemimpinan kepala sekolah” (yang konkrit atau “operasionalnya” adalah apakah kepemimpinan kepala sekolah atau kasek tersebut efektif/baik ataukah tidak efektif/tidak baik).
“Kepemimpinan kepala sekolah” itu merupakan sesuatu karakteristik atau sifat keadaan dari kepala sekolah. Dengan kata lain, objek penelitian yang berupa “kepemimpinan kepala sekolah” itu melakat pada diri kepala sekolah. Sesuatu yang padanya melekat “objek yang akan diteliti” disebutlah sebagai subjek penelitian. Jadi, dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian (yang mempunyai sifat-karakteristik/keadaan yang akan diteliti itu, atau si empunya objek penelitian, yang dalam hal ini berupa efektivitas kepemimpinan) adalah kepala sekolah. “Subject” dalam bahasa Inggris bisa mengandung arti sebagai “sesuatu yang di-..” (diperbincangkan, didiskusikan, dikaji, dan juga diteliti), bukan “sesuatu yang me-.. (memperbincangkan, mendiskusikan, mengkaji, meneliti).
Subjek Penelitian dan Populasi Subjek Penelitian
Mari kita buat ilustrasi lebih lanjut. Di Kabupaten Situsini ada sebanyak 222 SD. Jadi, ada 222 kepala sekolah, karena per SD ada satu kepala sekolah. Karena penelitian kita tentang kepemimpinan kepala sekolah (objeknya), dan kepala sekolah sebagai subjeknya, maka keseluruhan kepala sekolah (para kepala sekolah SD sebanyak 222 orang) tersebut disebutlah populasi penelitian (tepatnya populasi subjek penelitian). Jadi, seluruh subjek penelitian kita sebut sebagai populasi penelitian (tepatnya populasi subjek penelitian).
Dalam gambar di atas tampak seekor kura-kura sedang diukur lebar tubuhnya. Yang sedang diukur
itu kura-kura. Jadi, kura-kura itu merupakan subjek pengukuran. Apanya
kura-kura yang diukur? Lebar tubuhnya. Jadi, lebar tubuh (kura-kura) itu
merupakan objek penelitian.
Dalam gambar di atas tampak seorang suster
sedang menimbang berat badan seorang pasien. Yang ditimbang berat
badannya itu pasien. Jadi, pasien itu merupakan subjek penimbangan. Yang
sedang ditimbang itu berat badan si pasien. Jadi, berat badan pasien
merupakan objek penimbangan. Siapa yang melakukan penimbangan? Suster.
Jadi, suster merupakan penimbang.
Nah, ubahlah istilah mengukur dan menimbang
itu menjadi meneliti. Maka, kura-kura merupakan subjek penelitian yang
lebar tubuhnya sedang dijadikan objek penelitian. Pasien merupakan
subjek penelitian yang berat badannya sedang dijadikan objek penelitian
oleh suster sebagai peneliti.
Responden dan Populasi Responden PenelitianJika para kepala sekolah itu sendiri yang diteliti (ditanya–dan akan merespon atau menanggapi pertanyaan) disebutlah kepala sekolah itu sebagai responden (perespon, pejawab = orang yang memberikan jawaban atas pertanyaan). Jadi, dalam kasus ini, kasek merupakan subjek sekaligus responden penelitian).
Tetapi, jika yang ditanya mengenai apakah kepala sekolah mampu memimpin dengan efektif atau tidak itu langsung si kepala sekolah, maka jawabannya bisa sangat subjektif (cenderung menilai diri baik). Oleh karena itu, dengan anggapan (asumsi) yang dianggap paling tahu (bisa menilai, karena mengalami sendiri) mengenai kepemimpinan kasek itu baik atau tidak tentulah yang dipimpin oleh kasek tsb, yaitu guru, maka yang sebaiknya akan ditanya (dan merespon, menjawab pertanyaan-penilaian) adalah guru itu. Guru itu disebutlah sebagai responden penelitian (responden yang bukan subjek penelitian, karena subjeknya–si pemilik “sesuatu” yang akan diteliti, dalam hal ini kepemimpinan– tetap kepala sekolah, bukan guru).
Karena guru dari 222 sekolah itu banyak sekali (paling tidak per SD ada 6-7 orang), maka seluruh guru itu disebutlah sebagai populasi penelitian juga, tetapi mereka dalam hal ini merupakan populasi responden penelitian, bukan populasi subjek penelitian.
Jadi, jika berbicara dengan seseorang
membicarakan orang lain, maka orang tersebut disebut sebagai responden
penelitian, bukan subjek penelitian. Yang menjadi subjek penelitiannya
justru orang lain yang dibicarakan. Jika berbicara kepada (dengan)
seseorang tentang orang itu sendiri, ia disebut subjek penelitian
(sekaligus responden penelitian).
Kembali ke contoh para kepala sekolah.
Setiap kasek, yang kepemimpinannya diteliti, dari 222 kasek itu disebut pula sebagai anggota populasi subjek penelitian
(anggota populasi penelitian), dan setiap guru, yang ditanyai mengenai
kepemimpinan kepala sekolahnya, dari 222 SD itu disebut sebagai anggota populasi responden penelitian.Sampel (Subjek dan Responden) Penelitian
Kalau anggota populasi banyak sekali, biasanya yang akan ditanyai (diteliti secara langsung) tentulah tidak semuanya, karena terlampau memakan waktu, energi dan biaya. Jadi, yang akan diteliti hanyalah sebagian dari mereka. Sebagian anggota populasi yang diteliti dari seluruh anggota populasi itu disebut sebagai sampel penelitian.
Dalam contoh para kepala sekolah tersebut di atas, langkah pengambilan sampel atau sampling-nya sebagai berikut:
Pertama-tama diambil terlebih dahulu sampel subjek penelitian (kepala sekolah). Katakanlah diambil 25%-nya (dari 222 kasek). Jadi akan terambil sebagai sampel sekitar 54 (dibulatkan agar hitungannya “bulat” menjadi 50) orang kasek. Tentu dari 50 SD.
Telah diketahui bahwa di setiap SD ada 6-7 guru kelas dan bidang studi (Agama/Penjas). Dari setiap SD tempat sampel kepala sekolah tadi diambil, diambillah sampel gurunya, misalnya 3 orang (dari 6-7 orang guru tadi). Tiga orang guru tersebut disebut sebagai sampel responden. Sampel responden inilah yang ditanyai (diminta penilaiannya mengenai kepemimpinan kepala sekolahnya).
Unit Analisis dan Generalisasi
Yang dinilai oleh para guru itu kepala sekolah. Jadi kepala sekolah sebagai subjek penelitian menjadi unit analisis penelitian (Silakan baca lebih jauh dalam tulisan mengenai unit analisis dalam blog ini juga). Maksudnya “hitung-hitungan” nilai efektivitas kepemimpinan itu per kepala sekolah, bukan per guru.
Secara operasional, jelasnya, penilaian dari tiga guru bawahan seseorang kepala sekolah (sampel guru per sekolah tadi) dihitung dirata-ratakan. Misal guru A menilai kepemimpinan kepala sekolahnya 8, guru B menilai 7, dan guru C menilai 7,5. Total nilai 22,5. Reratanya 22,5 : 3 = 7, 5.
Rerata penilaian guru terhadap kepala sekolah atasannya (nilai 7,5 tadi) jadilah sebagai nilai efektivitas kepemimpinan si kepala sekolah (dari satu sekolah). Dengan demikian, nantinya, akan ada sebanyak 50 nilai efektivitas kepemimpinan kepala sekolah, karena sampel subjek penelitiannya (kasek) ada 50 orang. Kelima puluh nilai itu dihitung direratakan, sehingga terhasilkanlah nilai efektivitas kepemimpinan kepala sekolah dari seluruh sampel kepala sekolah.
Nilai akhir ini (dari sampel yang 50 orang itu) diberlaku-umumkan (digeneralisasikan) kepada seluruh anggota populasi kepala sekolah, sehingga simpulannya menjadi “tingkat efektivitas kepemimpinan kepala sekolah SD di Kabupaten Situsini termasuk …… (tinggi, sedang, atau rendah). Jadi, bukan berlaku untuk kepala sekolah yang disampel saja, melainkan untuk seluruh kasek anggota populasi penelitian.
Jika kategorisasi nilai itu dibuat: 1,0 – 2,0 = rendah, 2,1 – 4,0 agak rendah, 4,1-6,0 = sedang, 6,1 – 8,0 agak tinggi, dan 8,1 – 10,0 = tinggi, maka nilai 7,5 itu termasuk agak tinggi. Tegasnya, efektivitas kepemimpinan para kepala sekolah SD di Situsini termasuk kategori agak tinggi. Dengan kata lain, kepemimpinan kepala sekolah SD di Situsini tergolong agak efektif.
Jika yang dilihat persentase terbanyak (“mode“) kepala sekolah dalam rentang nilai efektivitas kepemimpinan, misalnya 1,0-2,0 = 10%; 2,1-4,0 = 15%; 4,1 – 6,0 = 10%; 6,1 – 8,0 = 65%; dan 8,1-10,0 = 0%; maka simpulannya menjadi terbanyak kepala sekolah (65%) efektivitas kepemimpinannya berada pada kategori agak tinggi. Dengan kata lain, terbanyak kepala sekolah SD di Situsini kepemimpinannya termasuk agak efektif.
Hati-hati! Jika menggunakan persentase yang dipersentasekan itu banyaknya (frekuensi) kepala sekolah yang berada pada posisi rentang nilai tertentu, bukan nilainya. Nilai tidak bisa dipersentasekan.
Informan (Narasumber) Penelitian dan Populasi Responden
Peneliti lain, sebagai contoh, ingin meneliti apakah sekolah-sekolah (SD) di Kabupaten Situsini itu mempunyai program (rencana) kerja yang jelas. Yang menjadi objek penelitiannya jadinya “pembuatan/ketersediaan program (rencana) kerja sekolah”. Operasionalnya, apakah sekolah punya rencana strategis (renstra) dan rencana operasional (renop) yang baik dan benar atau tidak. Renstra dan renop sekolah tentu punya sekolah (bukan punya kasek atau guru). Jadi subjek penelitiannya (yang memiliki objek penelitian) adalah sekolah (SD).
Dari mana data (informasi) diperoleh? Tentulah dari kepala sekolah atau para guru yang ikut menyusun (setidaknya mengetahui adanya) renstra dan renop tersebut. Karena mengenai hal ihwal renstra dan renop itu sumber informasi yang akan ditanyai adalah kasek, maka jadilah kasek tersebut sebagai informan (narasumber) penelitian (nara = orang; sumber = dalam hal ini sumber data/informasi penelitian; narasumber = orang yang menjadi sumber data/informasi penelitian).
Jika ada pula guru yang ikut terlibat banyak dalam penyusunan renstra dan renop, dan bisa memberi informasi (data) kepada peneliti, maka guru itu pun jadi informan penelitian pula. Informan yang paling banyak tahu sesuatu informasi (data) mengenai hal yang diteliti, disebutlah sebagai narasumber kunci atau utama (key informan). Informan (narasumber) lainnya lazim disebut informan saja. Jika toh ingin dibedakan dapat disebut informan pelengkap. Jangan salah: yang menjadi informan kunci di sekolah bisa justru bukan kepala sekolah, melainkan guru. Misalnya dalam pelaksanaan secara detail atau rinci (mendalam) program ekstrakurikuler. Program ekstrakurikuler (ekstra = di luar; kurikuler = yang berkenaan dengan kurikulum utama yang tertulis dalam “buku kurikulum sekolah”) adalah kegiatan pendidikan/pengajaran di luar mata pelajaran yang ada dalam kurikulum pokok pendidikan sekolah.
Jadi, jika seluruh 222 SD yang ada di Situsini akan diteliti mengenai renstra dan renopnya, maka seluruh SD tersebut merupakan subjek penelitian. Jadi, subjek penelitiannya merupakan suatu lembaga–yang punya “sifat-keadaan” membuat atau mempunyai/tidak mempunyai renstra dan renop). Populasi penelitiannya (populasi subjek) jadinya ya 222 SD tersebut. Ini yang kadang kala tidak banyak dipahami orang, lalu suka diminta mengubah subjeknya itu staf sekolah, bukan sekolah.
Dalam penelitian seperti ini, tidak ada populasi informan atau narasumber. Yang ada populasi subjeknya. Informan bukan subjek penelitian, bukan pula responden penelitian (walau seperti responden, informan juga menjawab pertanyaan). Informan bersifat kolektif (satu kesatuan), tidak individual. Jadi, kalau toh ada yang disebut “sampel informan” itu karena subjeknya (dalam hal ini sekolah) disampel. Tetapi informan yang ada di sekolah tidak disampel, melainkan dipilih mana yang jadi informan kunci dan mana informan pelengkap (dari seluruh “orang” yang ada di sekolah).
Bayangkan Anda meneliti (ingin tahu) riwayat
sesuatu tempat keramat. Di situ ada “juru kunci” penjaga makam. Ia
paling banyak tahu “sejarah” orang yang dimakamkan di situ. Siapa yang
jadi “subjek” penelitian Anda? Orang yang dimakamkan di situ. Siapa
yang paling tahu “sejarah” orang yang dimakamkan, yang bisa “digali”
ceriteranya tentang orang yang dimakamkan itu? Kuncen atau juru kunci
makam. Juru kunci makam (kuncen) itu jadilah sebagai narasumber atau
informan penelitian Anda.
Bayangkan pula Anda ingin tahu bagaimana
ceritera sekelompok warga masyarakat yang membabak-babak sebuah
perkampungan jaman baheula. Perkampungan itu sekarang sudah berkembang,
banyak penduduknya. Sebagian warga yang dulu membabak-babak itu masih
ada, sebagian sudah meninggal. Siapa yang ingin Anda tanyai? Warga
pembabak yang masih hidup, karena yang sudah mati tidak bisa ditanyai,
tentu. Sebagai apa mereka ditanyai? Sebagai narasumber atau informan.
Siapa saja yang ditanyai? Siapa saja yang paling banyak tahu, bahkan
bisa jadi beberapa orang ditanyai silang agar saling melengkapi apa yang
sebagian sudah terlupakan oleh seseorang.
Rangkuman (Definisi)Nah, agar para mahasiswa mudah mengutip untuk menulis skripsinya apa yang dimaksud objek penelitian, subjek penelitian, responden penelitian, dan informan (narasumber) penelitian, berikut dituliskan rumusan pengertian atau definisinya (definisi = batasan pengertian).
(1) Objek penelitian adalah sifat keadaan ( “attributes”) dari sesuatu benda, orang, atau keadaan, yang menjadi pusat perhatian atau sasaran penelitian. Sifat keadaan dimaksud bisa berupa sifat, kuantitas, dan kualitas (benda, orang, dan lembaga), bisa berupa perilaku, kegiatan, pendapat, pandangan penilaian, sikap pro-kontra atau simpati-antipati, keadaan batin, dsb. (orang), bisa pula berupa proses dan hasil proses (lembaga).
(2) Subjek penelitian adalah sesuatu, baik orang, benda ataupun lembaga (organisasi), yang sifat-keadaannya (“attribut”-nya) akan diteliti. Dengan kata lain subjek penelitian adalah sesuatu yang di dalam dirinya melekat atau terkandung objek penelitian.
(3) Responden penelitian adalah seseorang (karena lazimnya berupa orang) yang diminta untuk memberikan respon (jawaban) terhadap pertanyaan-pertanyaan (langsung atau tidak langsung, lisan atau tertulis ataupun berupa perbuatan) yang diajukan oleh peneliti. Dalam hal penelitian dilakukan dengan menggunakan tes, maka “responden” penelitian ini menjadi “testee” (yang dites). Responden penelitian bisa subjek penelitian, bisa orang lain.
(4) Informan (narasumber) penelitian adalah seseorang yang, karena memiliki informasi (data) banyak mengenai objek yang sedang diteliti, dimintai informasi mengenai objek penelitian tersebut. Lazimnya informan atau narasumber penelitian ini ada dalam penelitian yang subjek penelitiannya berupa “kasus” (satu kesatuan unit), antara lain yang berupa lembaga atau organisasi atau institusi (pranata) sosial. Di antara sekian banyak informan tersebut, ada yang disebut narasumber kunci (key informan)–seorang ataupun beberapa orang, yaitu orang atau orang-orang yang paling banyak menguasai informasi (paling banyak tahu) mengenai objek yang sedang diteliti tersebut.
(5) Populasi penelitian. Istilah ini mengandung ragam makna. Oleh karena itu perlu ditegaskan dengan istilah khusus: (1) Populasi subjek penelitian adalah keseluruhan subjek penelitian dalam/dari sesuatu penelitian. Setiap subjek penelitian otomatis menjadi anggota populasi subjek penelitian. (2) Populasi responden penelitian (dalam hal responden bukan subjek penelitian) adalah keseluruhan responden penelitian dalam/dari sesuatu penelitian. Setiap responden penelitian otomatis menjadi anggota populasi responden penelitian. (3) Populasi objek penelitian adalah keseluruhan sifat-sifat keadaan yang menjadi sasaran penelitian. Setiap “aspek” sifat keadaan objek penelitian disebut populasi objek penelitian.
(6) Sampel penelitian. Sampel penelitian adalah sebagian dari “anggota” populasi penelitian yang terhadapnya pengumpulan data dilakukan. Hasil pengumpulan data dari sampel tersebut kemudian diberlaku-umumkan (digeneralisasikan) kepada seluruh anggota populasi.
Tambahan: Sampel Objek Penelitian
Contoh peristiwa pengambilan sampel dari populasi objek penelitian (hanya untuk memudahkan) adalah mengetes hasil belajar siswa sejak kelas pertama sampai kelas akhir sesuatu jenjang pendidikan (SD, SMTP, SMTA) lewat UNAS atau UAN. Pertama, dari seluruh mata pelajaran (yang harus dikuasai murid) hanya beberapa mata pelajaran yang diteskan (sampel mata pelajaran). Kemudian dari beberapa mata pelajaran tersebut hanya beberapa butir materinya saja dari sekian banyak butir pengetahuan atau ilmu yang dipelajari semasa bersekolah.
Catatan Lain (Pengingat)
Untuk diperhatikan dan dipahami: Berkait dengan informan (narasumber) penelitian pada atau di SATU “subjek” penelitian (berupa satu lembaga tertentu, bukan beberapa “unit subjek” atau lembaga), tidak ada populasi dan sampelnya.
good
ReplyDelete