Wednesday, November 23, 2011

Masalah Penelitian dalam Pendidikan


Menurut catatan Topo Ledo dalam http://topengawu.blogspot.com/2011/02/masalah-dalam-penelitian-pendidikan.html, ia mengungkapkan bahwa dalam kehidupan sehari-hari kita selalu diperhadapkan dengan berbagai persoalan atau permasalahan, baik yang bersifat awam maupun masalah yang menuntut pemecahan secara sistematik. Masalah-masalah tersebut pemecahannya sering dengan cara sederhana saja dan bersifat segera dan tidak membutuhkan data-data pendukung.

Disamping masalah-masalah awam, ada masalah-masalah yang bersifat kompleks atau rumit yang pemecahannya menuntut dan memerlukan pengumpulan sejumlah data pendukung yang dipergunakan untuk membuat keputusan dan menarik kesimpulan. Masalah yang seperti inilah yang menjadi perhatian kita, khususnya dalam dunia pendidikan. Masalah seperti ini menuntut metode ilmiah untuk penyelesaiannya, yaitu melalui langkah-langkah tertentu dalam usaha memecahkan masalah yang dijumpai.
Kedudukan masalah dalam alur prosedur penelitian sangatlah penting, bahkan lebih penting dari solusi atau jawaban yang akan diperoleh/dicari, karena masalah yang dipilih dapat menentukan perumusan masalah, tujuan, hipotesis, kajian pustaka yang akan digunakan bahkan juga untuk menentukan metodologi yang tepat untuk memecahkannya.

Dalam dunia pendidikan banyak fenomena-fenomena dari suatu masalah yang kompleks dan kait-mengkait yang mengganjal yang perlu dipecahkan dalam suatu penelitian. Namun tidak semua masalah itu harus dipecahkan secara ilmiah. Olehnya itu makalah ini akan membahas masalah-masalah dalam dunia pendidikan yang dapat diselesaikan dengan suatu penelitian.
 

Definisi Masalah dalam Penelitian Pendidikan
 

Apakah permasalahan dalam penelitian? John Dewey dan Kerlinger (dalam Sukardi, 2009:21) mendefinisikan bahwa permasalahan adalah kesulitan yang dirasakan oleh orang awam maupun para peneliti; permasalahan dapat juga diartikan sebagai sesuatu yang menghalangi tercapainya tujuan.
Secara umum, suatu masalah didefinisikan sebagai keadaan atau kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Masalah sebagai gap antara kebutuhan yang diinginkan dan kebutuhan yang ada (Setyosari, 2010:53). Misalnya, diharapkan bahwa peserta didik memperoleh nilai skor rata-rata 80 dalam suatu ujian. Ternyata, skor rata-rata yang dicapai peserta didik hanya sebesar 60. Ini berarti ada kesenjangan. Rendahnya perolehan skor rata-rata tersebut dapat menjadi suatu masalah, karena untuk mencapai ketuntasan minimal (KKM) mereka harus mendapatkan skor minimal, misalnya 75. Apa sebenarnya yang menjadi penyebab masalah rendahnya skor rata-rata tersebut?.
Masalah dalam penelitian pendidikan dapat diperoleh dari berbagai sumber yang terkait dengan bidang pendidikan, Sukardi (2009:22-24), menyebutkan antara lain:
1. Pengalaman seseorang atau kelompok. Pengalaman mengajar di kelas, pengamatan terhadap lingkungan sekitar. Pengalaman orang yang telah lama menekuni bidang profesi pendidikan dapat digunakan untuk membantu mencari permasalahan yang signifikan diteliti.
2. Lapangan tempat bekerja. Tempat-tempat dimana seseorang maupun peneliti bekerja adalah juga merupakan salah satu sumber permasalahan yang baik. Para peneliti dapat melihat secara langsung, mengalami dan bertanya pada satu, dua, atau banyak orang dalam pekerjaannya. Seorang guru misalnya, akan merasakan bahwa sekolah dan komponen yang berkaitan dengan tercapainya tujuan sekolah dapat dijadikan sebagai sumber penelitian.
3. Laporan hasil penelitian. Sumber yang ketiga untuk memperoleh permasalahan yang signifikan adalah perpustakaan atau internet di mana hasil-hasil penelitian para peneliti berada. Dari hasil penelitian, yang biasanya dalam bentuk jurnal, biasanya disamping ada hasil temuan yang baru juga ada kemungkinan penelitian yang direkomendasikan karena berkaitan dengan hasil penelitian yang telah ada. Dari banyaknya laporan penelitian, seorang peneliti dimungkinkan dapat memperoleh gambaran permasalahan yang baik untuk diteliti.
4. Sumber-sumber yang berasal dari pengetahuan orang lain. Perkembangan ilmu pengetahuan yang lain di luar bidang yang dikuasai seringkali memberikan pengaruh munculnya permasalahan penelitian. Misalnya, gerakan reformasi yang muncul setelah Orde Baru, ternyata telah memunculkan dan mempengaruhi sikap dan tuntutan para guru untuk memperoleh gaji dan status profesi yang lebih baik. Era global telah mempengaruhi mobilitas dan transformasi tenaga kerja di beberapa negara, serta telah mempengaruhi sistem pendidikan dan sistem penilaian lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK). Gerakan hak asasi manusia di masyarakat telah mempengaruhi sikap dan tingkah laku masyarakat menjadi lebih berani dalam mengajukan hak-haknya yang telah lama hilang.
Namun demikian, masalah yang bersumber dari tempat yang tepat belum tentu semuanya dapat digunakan sebagai masalah penelitian, maka perlu adanya identifikasi masalah oleh peneliti.

 Identifikasi Masalah


Mengidentifikasi masalah bukan hal yang mudah dan bahkan mungkin dapat dianggap sebagai sesuatu pekerjaan yang paling sulit dalam suatu proses penelitian. Kesulitan tersebut masih bertambah karena tidak adanya formulasi yang pasti dalam hal bagaimana mencari permasalahan penelitian. Olehnya itu biasanya para peneliti selalu berkonsultasi dengan pembimbing atau sesama peneliti. Kesulitan mencari permasalahan biasanya juga tergantung pada ketajaman para peneliti itu sendiri dalam menyeleksi dan merasakan sesuatu yang dapat dimasukkan sebagai permasalahan.
Mengidentifikasi masalah-masalah penelitian bukan sekedar mendaftar sejumlah masalah, tetapi kegiatan ini lebih daripada itu karena masalah yang telah dipilih hendaknya memiliki signifikansi untuk dipecahkan. Berdasarkan identifikasi terhadap masalah-masalah, maka peneliti menentukan skala prioritas yaitu menentukan masalah-masalah mana yang perlu segera dilakukan pemecahan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa identifikasi masalah merupakan upaya untuk mengelompokkan, mengurutkan sekaligus memetakkan masalah-masalah tersebut secara sistematis berdasarkan keahlian bidang peneliti. Bila daftar pertanyaan telah dibuat dan disusun sesuai urutan yang paling mendasar, maka perlu dipilih dan ditemukan (identifikasi) masalah yang laik untuk dilakukan penelitian dan dicari jawabannya. Laik tidaknya suatu masalah yang diteliti tergantung ketajaman dan kemandirian ( kepekaan, kesiapan dan ketekunan) peneliti yang bersangkutan. Identifikasi masalah perlu memperhatikan apakah masalah/ fokus yang dipilih cukup: (1) esensial/ menduduki urutan paling penting diantara masalah-masalah yang ada, (2) urgen/mendesak untuk dipecahkan, (3) bermanfaat bila dipecahkan.
Dalam dunia pendidikan masalah yang ditemukan/teridentifikasi dapat dikelompokkan menjadi 5, yaitu: proses pembelajaran, siswa, guru, hasil belajar (output) dan hasil belajar jangka panjang (outcome). Walaupun dari proses identikasi masalah telah berhasil ditemukan satu masalah, ternyata masih perlu mempertimbangkan beberapa hal untuk menjadikannya sebagai fokus penelitian. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah minat/motivasi/dorongan peneliti, kemampuan peneliti, lokasi penelitian, sumber data (populasi dan sampel), waktu, pendekatan/metode yang digunakan, buku sumber yang tersedia, etika dan birokrasi. Bila kesemua hal tersebut telah terpenuhi maka suatu fokus masalah dapat dijadikan sebagai masalah penelitian untuk dicari jawabannya.

Merumuskan Masalah dalam Penelitian
Suatu masalah yang dipilih, menurut Tuckman dalam Setyosari (2010) harus memiliki ciri-ciri khusus (karakteristik) sebagai berikut:
1. Masalah menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih
Masalah sebaiknya mencerminkan hubungan dua variable atau lebih, karena pada praktiknya peneliti akan mengkaji pengaruh satu variable tertentu terhadap variabel lainnya. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui ada dan tidaknya pengaruh “gaya kepemimpinan kepala sekolah” (variable satu) terhadap “kinerja guru” (variable dua). Jika seorang peneliti hanya menggunakan satu variabel dalam merumuskan masalahnya, maka yang bersangkutan hanya melakukan studi deskriptif, misalnya “Gaya kepemimpinan kepala sekolah di SMA X”. Peneliti dalam hal ini hanya akan melakukan studi terhadap gaya kepemimpinan yang ada tanpa mempertimbangkan faktor-faktor lain baik yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan tersebut.
Contoh lain: Hubungan antara motivasi guru dan prestasi kerja. Motivasi: variable satu; prestasi kerja: varaibel dua.

2. Masalah dinyatakan atau dirumuskan secara jelas, tidak bermakna ganda, dan dalam bentuk kalimat tanya
Masalah harus dirumuskan secara jelas dan tidak bermakna ganda atau memungkinkan adanya tafsiran lebih dari satu dan dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya.
Contoh:
a. Apakah ada hubungan antara promosi dengan jumlah pendaftaran murid baru?
b. Apakah status sekolah mempengaruhi minat orangtua murid?
c. Apakah desain produk hand phone mempengaruhi keputusan membeli konsumen?
d. Apakah ada hubungan antara minat baca dengan tingginya indeks prestasi?
Contoh-contoh di atas mencerminkan rumusan masalah yang jelas dan tidak bermakna ganda. Pada contoh “a” peneliti ingin mengkaji hubungan variable promosi dengan variable jumlah pendaftaran murid baru. Pada contoh “b” peneliti ingin melakukan studi tentang hubungan variable “status sekolah” dengan variable “minat orangtua murid”. Pada contoh “c” peneliti akan mengkaji hubungan antar variable “desain produk handphone” dengan variable “keputusan membeli”. Pada contoh “d” peneliti akan mengkaji hubungan antar variable “minat baca” dengan “indeks prestasi”.
Variabel-variabel yang dicakup dalam rumusan masalah itu merupakan suatu petunjuk yang paling baik dalam pengujiannya. Rumusan pertanyaan penelitian yang harus dihindari misalnya: Apakah pengalaman yang luas dalam kehidupan bermasyarakat itu meningkatkan pandangan hidup seseorang dalam hidupnya? Variabel seperti “pengalaman luas” dan “pandangan hidup” merupakan sesuatu yang kompleks dan kabur, yang sulit didefinisikan, diukur, dan bahkan dimanipulasi atau diolah.
3. Dapat diuji secara empiris
Masalah harus dapat diuji secara empiris, maksudnya perumusan masalah yang dibuat memungkinkan peneliti mencari data di lapangan sebagai sarana pembuktiannya. Tujuan utama pengumpulan data ialah untuk membuktikan bahwa masalah yang sedang dikaji dapat dijawab jika peneliti melakukan pencarian dan pengumpulan data. Dengan kata lain masalah memerlukan jawaban, jawaban didapatkan setelah peneliti mengumpulkan data di lapangan dan jawaban masalah merupakan hasil penelitian.

4. Hindari penilaian moral atau etika
Sebaiknya peneliti menghindari masalah-masalah yang berkaitan dengan idealisme atau nilai-nilai, karena masalah tersebut lebih sulit diukur dibandingkan dengan masalah yang berhubungan dengan sikap atau kinerja. Misalnya kita akan mengalami kesulitan dalam mengukur masalah-masalah seperti berikut ini:
• Haruskah semua siswa tidak mencontek dalam ujian?
• Haruskah semua siswa rajin dalam belajar?
Akan lebih baik kalau masalah tersebut dijadikan dalam bentuk seperti:
• Hubungan antara kesiapan ujian dan nilai yang diraih
• Pengaruh kerajinan siswa terhadap tingkat kelulusan

Salah satu cara untuk membuat perumusan masalah yang baik ialah dengan melakukan proses penyempitan masalah dari yang sangat umum menjadi lebih khusus dan pada akhirnya menjadi masalah yang spesifik dan siap untuk diteliti (Setyosari, 2010:57).
Pertimbangan-pertimbangan khusus perlu diambil oleh seorang peneliti dalam memilih masalah. Setyosari (2010:66-68) mengemukakan pertimbangan-pertimbangan khusus itu sebagai berikut:
a). Dapat Dilaksanakan. Jika kita memilih masalah tertentu, maka pertanyaan-pertanyaan di bawah ini bermanfaat bagi kita untuk mengecek apakah kita dapat atau tidak melakukan penelitian dengan masalah yang kita tentukan: 1) apakah masalah tersebut dalam jangkauan kita? 2)apakah kita mempunyai cukup waktu untuk melakukan penelitian dengan persoalan tersebut? 3)apakah kita akan mendapatkan akses untuk memperoleh sample yang akan kita gunakan sebagai responden sebagai sarana pemerolehan data dan informasi.? 4)apakah kita mempunyai alasan khusus sehingga kita percaya akan dapat memperoleh jawaban dari masalah yang kita rumuskan? 5)apakah metode yang diperlukan sudah kita kuasai?
b). Jangkauan Penelitiannya. Apakah masalahnya cukup memadai untuk diteliti? Apakah jumlah variabelnya sudah cukup? Apakah jumlah datanya cukup untuk dilaporkan secara tertulis?
c). Keterkaitan. Apakah kita tertarik dengan masalah tersebut dan cara pemecahannya? Apakah masalah yang kita teliti berkaitan dengan latar belakang pengetahuan atau pekerjaan kita? Jika kita melakukan penelitian dengan masalah tersebut apakah kita akan mendapatkan nilai tambah bagi pengembangan diri kita?
d). Nilai Teoritis. Apakah masalah yang akan diteliti akan mengurangi adanya kesenjangan teori yang ada? Apakah pihak-pihak lain , seperti pembaca atau pemberi dana akan mengakui kepentingan studi ini? Apakah hasil penelitiannya nanti akan memberikan sumbangan pengetahuan terhadap ilmu yang kita pelajari? Apakah hasil penelitiannya layak dipublikasikan?
e). Nilai Praktis. Apakah hasil penelitiannya nantinya akan ada nilai-nilai praktis bagi para praktisi di bidang yang sesuai dengan masalah yang akan diteliti? Pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan nilai praktis ini sebagai berikut:
1. Apakah pemecahan masalah dalam penelitian itu dapat meningkatkan praktik atau
pelaksanaan pendidikan?
2. Apakah para praktisi pendidikan itu nanti akan tertarik dengan hasil penelitian yang Anda lakukan?
3. Apakah hasil penelitian itu nanti bisa mengubah sistem pendidikan?
4. Apakah dengan hasil penelitian itu nanti akan mengubah cara-cara Anda dalam melaksanakan praktik pendidikan?

 KESIMPULAN
Dari uraian di atas penulis dapat menarik kesimpulan tentang masalah dalam penelitian pendidikan, yaitu:
1. Masalah dalam penelitian pendidikan dapat diperoleh dari berbagai sumber yang terkait dengan bidang pendidikan antara lain dari: 1) kepustakaan: laporan penelitian pendidikan sebelumnya, 2) forum pertemuan ilmiah: seminar kependidikan baik bersifat nasional maupun internasional, 3) sumber pengalaman praktek: pengalaman mengajar di kelas, pengamatan terhadap lingkungan sekitar.
2. Dalam dunia pendidikan masalah yang ditemukan/teridentifikasi dapat dikelompokkan menjadi 5, yaitu: proses pembelajaran, siswa, guru, hasil belajar (output) dan hasil belajar jangka panjang (outcome). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam identifikasi masalah adalah minat/motivasi/dorongan peneliti, kemampuan peneliti, lokasi penelitian, sumber data (populasi dan sampel), waktu, pendekatan/metode yang digunakan, buku sumber yang tersedia, etika dan birokrasi.
3. Suatu masalah yang dipilih dalam perumusannya harus memiliki ciri-ciri khusus (karakteristik) sebagai berikut: 1) masalah menanyakan hubungan antara dua atau lebih variabel; 2) masalah dinyatakan atau dirumuskan secara jelas dan tidak ambigius; 3) masalah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan; 4) masalah itu dapat diuji melalui metode empiris, artinya adanya kemungkinan pengumpulan data untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan; dan 5) masalah tidak menyangkut moral dan etika.
4. Agar dapat membatasi ruang lingkup permasalahan yang menarik minat dan keterampilan peneliti, alangkah bijaksanya apabila peneliti itu dapat mempersempit cakupan ruang lingkup masalah penelitiannya. Untuk maksud ini dapat dipakai skema klasifikasi masalah. Berkenaan dengan penelitian di timgkat kelas atau sekolah, maka pertimbangan-pertimbangan khusus perlu diambil oleh seorang peneliti. Pertimbangan-pertimbangan khusus adalah sebagai berikut, yaitu: 1) dapat dilaksanakan; 2) berguna untuk kepentingan luas; 3) menarik minat; 4) nilai teoritis; 5) nilai praktis.

REFERENSI
Hadi, Sutrisno, 1978. Metode Research I. Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM

Setyosari, Punaji. 2010. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sekaran, Uma. 2006. Metodologi Penelitian untuk Bisnis (Buku1) (Edisi 4). Jakarta: Salemba Empat

Sukardi. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara.


 

No comments:

Post a Comment